Aku Mencintaimu Cukup untuk Tidak Memelukmu Lagi Hujan kota Jakarta malam itu sama derasnya dengan air mata yang berusaha kutahan. Aroma k...

Dracin Seru: Aku Mencintaimu Cukup Untuk Tidak Memelukmu Lagi Dracin Seru: Aku Mencintaimu Cukup Untuk Tidak Memelukmu Lagi

Dracin Seru: Aku Mencintaimu Cukup Untuk Tidak Memelukmu Lagi

Dracin Seru: Aku Mencintaimu Cukup Untuk Tidak Memelukmu Lagi

Aku Mencintaimu Cukup untuk Tidak Memelukmu Lagi

Hujan kota Jakarta malam itu sama derasnya dengan air mata yang berusaha kutahan. Aroma kopi robusta yang baru diseduh gagal menutupi bau pengkhianatan yang menguar dari layar ponselku. Notifikasi pesan darimu masih membeku di sana, belum kubuka, tak berani. Aku tahu, di balik gelembung pesan itu, ada jurang yang akan memisahkanku darimu, selamanya.

Dulu, ponsel ini adalah jembatan kita. Setiap malam, kita bertukar mimpi dan canda, membangun istana dari emotikon dan stiker lucu. Kita berjanji akan menaklukkan dunia, menggenggam bintang, dan menua bersama. Kita. Kata itu sekarang terdengar seperti lelucon pahit, sebuah ironi yang menikam ulu hatiku.

Aku ingat tatapanmu di kafe itu, dua bulan lalu. Cahaya lilin menari di matamu, memantulkan harapan dan kebohongan. Saat itu, hatiku sudah mulai merasakan getaran aneh, sebuah firasat buruk yang kuabaikan demi kebahagiaan semu yang kita ciptakan.

Ada sisa chat yang tak terkirim di draft ponselku. Ungkapan rindu, pertanyaan bodoh, dan sumpah setia yang tak berarti lagi. Setiap baris kalimat itu adalah tusukan kecil yang mengingatkanku betapa bodohnya aku. Aku mencintaimu dengan segenap jiwa, memberikanmu seluruh hatiku, hanya untuk mendapati diriku berdiri di tepi jurang, sendirian.

Misteri hubungan kita adalah teka-teki yang tak pernah benar-benar terpecahkan. Aku bertanya-tanya, kapan tepatnya kau mulai menjauh? Kapan senyummu menjadi palsu, dan sentuhanmu terasa hambar? Apakah ada orang lain? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepalaku seperti kaset rusak, tanpa henti.

RAHASIA itu akhirnya terungkap. Temanku, Rina, mengirimiku foto. Foto dirimu dengan seorang wanita, berpegangan tangan, tersenyum bahagia. Bahagia. Kebahagiaan yang seharusnya menjadi milikku. Foto itu adalah tamparan keras yang membangunkanku dari mimpi indah yang kuciptakan sendiri.

Air mataku akhirnya tumpah. Bukan karena marah, tapi karena KECEWA. Kecewa karena telah mencintai seseorang yang tak pantas kucintai. Kecewa karena telah membiarkan diriku dibutakan oleh cinta.

Inilah balas dendamku yang LEMBUT. Aku tidak akan menangis di depanmu. Aku tidak akan merendahkan diriku dengan memohon cintamu. Aku akan membiarkanmu pergi, tanpa drama, tanpa kata-kata.

Aku menarik napas dalam-dalam dan membuka notifikasi pesanmu. Satu kata: "Maaf."

Aku tersenyum pahit. Terlambat.

Aku membalas pesanmu dengan singkat: "Aku mencintaimu cukup untuk tidak memelukmu lagi."

Kemudian, aku memblokir nomormu.

Aku meletakkan ponselku di meja, menghapus semua foto dan kenangan tentangmu. Aku membiarkan hujan membasahi wajahku, merasakan dinginnya malam menusuk kulitku. Aku tahu, aku akan baik-baik saja.

Senyum terakhirku adalah senyum kemenangan. Bukan kemenangan atas dirimu, tapi kemenangan atas diriku sendiri. Aku telah membebaskan diriku dari belenggu cinta yang menyakitkan.

... dan aku tidak akan pernah menoleh ke belakang.

You Might Also Like: 0895403292432 Skincare Halal Dan Aman

0 Comments: