Udara kota Shanghai di musim gugur menusuk tulang, namun tak sedingin tatapan matanya. Wei Lan berdiri di balkon apartemennya, memandang lampu-lampu kota yang berkelap-kelip bagai bintang jatuh. Mimpi-mimpi aneh kembali menghantuinya. Mimpi tentang taman bunga plum yang bermekaran di musim dingin, tentang jubah sutra biru yang dirobek paksa, dan tentang pengkhianatan seorang pria bermata elang.
Wei Lan, seorang desainer perhiasan muda yang tengah naik daun, merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Ia sukses, kaya, dan dikelilingi teman-teman, tapi hatinya terasa kosong. Mimpi-mimpi itu, semakin lama semakin jelas, semakin terasa nyata. Ia merasa pernah hidup sebelumnya.
Dalam mimpinya, ia adalah Mei Lin, putri seorang jenderal besar di masa Dinasti Tang. Ia mencintai Pangeran Zhao, pria yang berjanji akan mengangkatnya menjadi permaisuri. Namun, ketika istana dilanda intrik dan perebutan kekuasaan, Pangeran Zhao mengkhianatinya. Ia memilih menikahi putri seorang menteri berpengaruh demi mengamankan takhtanya, sementara Mei Lin dituduh berkhianat dan dihukum mati.
"Kau memilih dia demi nama baik, padahal akulah yang menanggung dosanya," bisik Mei Lin dalam mimpinya, air mata membasahi pipinya.
Di dunia nyata, Wei Lan mulai mencari tahu tentang sejarah Dinasti Tang. Ia membaca buku-buku kuno, mengunjungi museum, dan berbicara dengan para sejarawan. Semakin ia mencari, semakin ia yakin bahwa mimpinya bukanlah sekadar mimpi. Itu adalah ingatan dari kehidupan sebelumnya.
Suatu hari, ia bertemu dengan seorang kolektor barang antik bernama Zhao Yi. Pria itu memiliki mata elang yang sama dengan Pangeran Zhao dalam mimpinya. Zhao Yi tertarik pada perhiasan rancangan Wei Lan, dan mereka mulai menjalin hubungan. Wei Lan merasa ada ikatan yang kuat di antara mereka, namun juga ada rasa sakit dan kebencian yang mendalam.
"Kau…kau Pangeran Zhao," kata Wei Lan suatu malam, ketika mereka sedang makan malam di sebuah restoran mewah. Zhao Yi terdiam, raut wajahnya berubah.
"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan," jawabnya dingin.
Namun, Wei Lan tahu. Ia melihat ketakutan di matanya. Ia melihat penyesalan yang tersembunyi di balik topeng kekuasaan.
Wei Lan memutuskan untuk membalas dendam, bukan dengan membunuh atau menyakiti Zhao Yi secara fisik, melainkan dengan keputusannya. Ia menolak lamaran pernikahan Zhao Yi, di depan banyak orang. Ia memilih untuk fokus pada kariernya, untuk membangun kerajaan sendiri, untuk membuktikan bahwa ia lebih kuat dari pria yang telah mengkhianatinya.
"Aku tidak akan membiarkanmu mengulangi kesalahan yang sama. Aku akan memilih takdirku sendiri," kata Wei Lan, menatap tajam mata Zhao Yi.
Zhao Yi, yang terbiasa mendapatkan apa pun yang ia inginkan, terpukul. Ia kehilangan Wei Lan, dan ia kehilangan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya di kehidupan sebelumnya.
Wei Lan meninggalkan pesta itu dengan senyum tipis di bibirnya. Ia telah membalas dendam, dengan cara yang paling halus dan menyakitkan. Ia telah mengubah takdirnya, dan takdir Zhao Yi.
Dan meski bibir ini mengucap selamat tinggal, jiwaku tahu bahwa kita akan bertemu lagi, dan urusan yang belum selesai ini akan ditagih seribu tahun lagi.
You Might Also Like: 5 Rahasia Tafsir Memberi Makan Musang
0 Comments: